Kisah Tukang Tempe Global, dari Dapur Kecil, Ekspor ke 12 Negara, dan Layani MBG
Jakarta- Sempat dipandang sebelah mata, Cucup Ruhiat, Direktur PT Azaki Food Internasional, akhirnya membuktikan bahwa usaha kecilnya bisa mendunia. Kini, tempe Azaki yang ia produksi telah berhasil menembus pasar di 12 negara di Asia dan Eropa.
Dalam sebulan, pabriknya di Bogor dan Sukabumi menghasilkan tidak kurang dari 150 ton tempe. Selain memasok kebutuhan protein nabati di Pulau Jawa, tempe beku Azaki juga dikirim ke Malaysia, Korea Selatan, Arab Saudi, Chile, Australia, hingga Inggris.
Terbaru, Cucup menandatangani nota kesepahaman perdagangan dengan perusahaan asal Arab Saudi dan Chile. Salah satu poin kerjasama itu adalah pengiriman tiga kontainer tempe beku per bulan ke Jeddah, Arab Saudi, serta 12 kontainer per tahun ke Chile.
“Saya enggak pernah menyangka bisa ekspor,” ujarnya. Menurut Cucup, kesuksesan mengangkat dapur kecilnya ke panggung global bukan hanya berkat ketekunannya, tetapi juga dukungan pemerintah, masyarakat, dan pasar.
Perjalanan bisnis Cucup dimulai pada 2005 bersama sang kakak. Ia mengajak para perajin tempe membenahi manajemen dan meningkatkan kualitas produk agar omzet bisa tumbuh. Ia sempat memperluas pasar Azaki ke Kalimantan, namun usahanya stagnan selama hampir satu dekade.
Titik balik itu datang pada 2016. Cucup memutuskan belajar kembali dari nol tentang tempe, manajemen produksi, dan standar industri. Ia melengkapi berbagai dokumen perizinan seperti sertifikat halal dan sertifikat keamanan pangan BPOM. Ia bahkan mencoba membuat keripik tempe, namun produk itu kurang diterima pasar.
Tak patah semangat, Cucup tetap bergerak. Ia memperluas jaringan, belajar kepada produsen tahu modern, Rumah Tempe Indonesia, hingga berguru kepada ahli tempe, Made Astawan. “Dari situ saya tahu, ternyata tempe termasuk superfood, makanan bergizi tinggi yang diakui dunia,” tuturnya.
Kesempatan besar datang saat pandemi Covid-19 melanda. Saat banyak bisnis terpukul, proses perizinan justru beralih ke sistem digital, memudahkan pengurusan dokumen yang sebelumnya rumit.
“Pandemi justru membuat semuanya lebih mudah karena semuanya online. Saya sangat terbantu,” kata Cucup.
Sejak itu, produksi tempe Azaki terus melonjak karena tingginya permintaan, termasuk dari perusahaan-perusahaan luar negeri. UMKM seperti Azaki yang dulu hanya mengandalkan dapur kecil akhirnya menjelma menjadi pemain global.
Permintaan tempe untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG) juga ikut mendongkrak pendapatan Cucup. Azaki kini memasok tempe sebagai sumber protein nabati untuk ratusan dapur MBG di lebih dari 15 kota di Tanah Air.
“Satu rumah produksi kami bisa menyuplai lima hingga lima belas dapur MBG,” ungkap Cucup. Karena itu, menurutnya, MBG membuka rantai nilai baru: petani kedelai semakin hidup, produsen tempe berkembang, tenaga kerja lokal terserap, dan industri pengolahan pangan makin masuk dalam orbit kebijakan nasional.